Reforma Agraria

Tuesday, July 11, 2006

PERNYATAAN SIKAP
SERIKAT TANI BENGKULU (STaB)
TANGGAL 4 JULI 2006


A. Penyelesaian Kasus Tree Crops Smallholders Sector Project (TCSSP)
Telah bertahun-tahun lamanya penderitaan yang dirasakan oleh petani akibat kebijakan pemerintah yang merugikan petani. Harapan atas penyelesaian kasus-kasus tani di Propinsi Bengkulu dapat diselesaikan menjadi cita-cita petani yang tergabung dalam Serikat Tani Bengkulu (STAB).
Kebijakan atas proyek-proyek yang dilakukan pemerintah hanya melihat pada konteks berjalannya pembangunan tanpa melihat sasaran dan pelibatan pembangunan yang sama sekali tidak menguntungkan petani, Seperti halnya Proyek Tree Crops Smallholders Sector Project (TCSSP) Propinsi Bengkulu.
Proyek yang menggunakan dana Hutang Luar Negeri (loan) No.1118-INO dari Asia Development Bank (ADB), berjudul sangat mulia, yakni Pengembangan Budidaya Perkebunan Rakyat melalui Budidaya Perkebunan Karet dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan sistem Pinjaman (Kredit), namun dalam perjalanannya, proyek ini telah dikorupsi oleh Pelaksana Proyek dan telah terbukti sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu pada waktu itu. Tidak tanggung-tanggung, perbuatan korupsi para pelaksana proyek ini tidak hanya merugikan negara dengan upaya korupsi pada pekerjaan Drainase, pembuatan jalan kebun, namun telah merugikan secara langsung pada petani peserta proyek dengan jumlah 3470 KK dengan mencuri uang peserta petani TCSSP melalui Korupsi Pengadaan Bibit Karet, pengurangan jumlah pupuk, pembelian SAPROTAN/SAPRODI yang tidak sesuai dengan standard, pemberian hibah atas pekerjaan yang hingga kini masih ada yang belum diberikan serta ditahannya sertifikat tanah peserta TCSSP.
Perbuatan korupsi ini berakibat pada kebun petani rusak dan banyaknya bibit palsu yang tidak maksimal (kurang getah) dengan lahan karet seluas 3844 Ha. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil Tim Reklasifikasi yang telah dibentuk oleh Gubernur Propinsi Bengkulu pada tanggal 12 Maret 2003 (sebagaimana terlampir).
Dari hasil ini, telah menunjukkan bahwa tuntutan petani sangat realistis dan mendasar. Oleh karena itu, Serikat Tani Bengkulu (STAB) dengan ini meminta Gubernur Propinsi Bengkulu beserta Menteri Keuangan untuk merealisasikan Hasil Kesepakatan Tim Terpadu Reklasifikasi Kebun TCSSP dan merealisasikan TUNTUTAN Petani TCSSP sebagai berikut :
1. Mengembalikan Sertifikat Petani Peserta TCSSP ;
2. Membebaskan kredit yang ditanggung petani peserta TCSSP ;
3. Memberikan ganti kerugian bagi petani akibat dari GAGAL PANEN.

Permintaan realisasi ini sangat penting mengingat permasalahan Kegagalan Proyek TCSSP yang berakibat pada kemiskinan Petani di Propinsi Bengkulu telah bertahun-tahun tidak pernah direalisasikan.

B. Penyelesaian Kasus HGU Terlantar
Akibat Kelalaian Pemerintah dalam membangun perkebunan di Propinsi Bengkulu telah berakibat pada terjadinya konflik-konflik antara masyarakat setempat/ penggarap dengan pihak-pihak perkebunan. Tuntutan atas penyelesaian sengketa HGU-HGU yang bermasalah di Propinsi Bengkulu sangat berlarut-larut. Penyebab lamanya penyelesaian sengketa ini merupakan cerminan lambatnya pemerintah merespon tuntutan atas hak-hak mereka untuk hidup.
Penerbitan HGU tanpa mempertimbangkan keinginan masyarakat merupakan sumber konflik anatara petani penggarap dengan perkebunan. Hal ini diperparah adanya prilaku pengusaha perkebunan yang mendapatkan HGU di Propinsi Bengkulu hanya untuk mendapatkan Kayu dan Kucuran kredit di Bank dan telah menelantarkan lahan kebunnya. Tentu saja ini merupakan tindakan-tindakan yang telah melanggar hukum dan kaidah moral masyarakat di Propinsi Bengkulu yang dilakukan oleh para pengusaha perkebunan, seperti PT. Way Sebayur, PT. Tri Manunggal Pasifik Abadi (TMPA) sudah tidak dapat diterima.
Terlebih mereka ingin merebut kembali lahan-lahan HGU mereka yang sudah ditanami dan menjadi produktif untuk bertahan hidup bagi para petani di Propinsi Bengkulu. Para petani telah mengerjakan lahan yang terlantar menjadi lahan produktif harus dipandang sebuah upaya para petani untuk meningkatkan tingkat ekonomi mereka.
Atas dasar kenyataan diatas, Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang memandatkan untuk segera menetapkan Subjek dan Objek redistribusi tanah negara, HGU dan memanfaatkan tanah kosong untuk segera dimanfaatkan bagi petani penggarap atau masyarakat.
Keppres No. 34 Tahun 2003 ini, dilanjutkan dengan terbitnya Penjelasan atas Keppres tersebut yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanggal 31 Mei 2003. Dari penjelasan ini, Ditindaklanjuti oleh Surat Keputusan Gubernur Propinsi Bengkulu Nomor 65 Tahun 2000.tentang Pembentukan Tim Pemanfaatan Lahan Eks HGU di Propinsi Bengkulu. SK Gubernur ini memandatkan untuk melakukan inventarisir lahan-lahan yang terlantar, Mendata Petani Penggarap lahan tersebut, menyiapkan sarana dan prasarana pemukiman dan menyiapkan SPRODI/SAPROTAN bagi pengelolaan lahan tersebut.
Keputusan Gubernur Propinsi Bengkulu yang sangat bagus ini, ditindaklanjuti oleh Sekretaris Daerah Bengkulu No. 595.1/1041/DISBUN menegaskan kembali mengenai lahan HGU yang telah dicabut, sedang dalam proses pencabutan dan terancam untuk dicabut HGU-nya untuk diselesaikan dengan tujuan pengelolaan lahan-lahan terlantar menjadi lahan yang produktif.
Namun sangat disayangkan, niat baik Gubernur Propinsi Bengkulu ini tidak pernah direalisasikan secara konkrit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keinginan dari Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan petani di Propinsi Bengkulu. Oleh karena itu, Serikat Tani Bengkulu bersama petani penggarap lahan PT.Way Sebayur, PT.Tri Manunggal Pasifik Abadi (TMPA) meminta Gubernur Propinsi Bengkulu untuk segera :
1. Mencabut HGU PT. Way Sebayur ;
2. Mencabut HGU PT. Tri Manunggal Pasifik Abadi (TMPA) ;
3. Mengembalikan/membagikan (Redistribusi) lahan-lahan terlantar tersebut diatas kepada petani penggarap.

Atas Tuntutan ini, Serikat Tani Bengkulu dan Petani Penggarap meminta Gubernur Propinsi Bengkulu mengeluarkan Keputusan untuk :
1. Mengeluarkan Keputusan Pembentukan TIM PEMANFAATAN LAHAN HGU/EKS.HGU TERLANTAR yang terdiri dari Pemerintah Daerah Propinsi Bengkulu, Badan Pertanahan Propinsi Bengkulu, Serikat Tani Bengkulu (STAB), Pemda Kabupaten beserta wakil-wakil Petani Penggarap, dengan Tugas Mendata Lahan Terlantar dan Mendata Petani Penggarap lahan tersebut ;
2. Mengeluarkan Keputusan Gubernur tentang Pemanfaatan Lahan HGU yang Terlantar dengan daftar petani penggarap ;
3. Mencabut HGU-HGU yang ditelantarkan dan menerbitkan Keputusan Gubernur untuk memberikan hak bagi petani penggarap dan menerbitkan Sertifikat atas hak milik bagi petani Penggarap.

C. Penyelesaian dan Realisasi Hasil Tim Penyelesaian Sengketa PTPN VII dengan Masyarakat Marga Andalas (Sukaraja)
Pada pembukaan perkebunan PTPN VII Bengkulu, telah terjadi kesepakatan antara Pihak perusahaan dengan Marga Andalas Sukaraja telah mengambil kesepakatan agar pembukaan PTPN VII Bengkulu tidak akan membuka lahan-lahan garapan masyarakat, DAS. Sengketa lahan antara Eks Marga Andalas (Sukaraja) dengan PT.Perkebunan Nusantara VII Wilayah Bengkulu telah bertahun-tahun lamanya, hingga hari ini, Sengketa lahan tersebut telah direkomendasikan oleh Tim Terpadu yang telah mengukur ulang lahan dan pengembalian hak-hak atas tanah marga masyarakat kecamatan Sukaraja tidak pernah direalisasikan.
Korban fisik dan korban nyawa yang telah dialami oleh masyarakat Sukaraja dirasakan hingga bertahun-tahun lamanya, dan berakibat pada kemerosotan tingkat ekonomi warga. Oleh karena itu, kami dari Serikat Tani Bengkulu (STAB) dan Para Petani Eks.Marga Andalas meminta Gubernur Propinsi Bengkulu untuk :
1. Mencabut HGU PTPN VII Bengkulu ;
2. Melakukan Realisasi atas kesepakatan Tim Terpadu dengan Membagikan Lahan-lahan Eks.Marga Andalas.
3. Untuk menunggu Proses penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan PTPN VII Bengkulu, maka merealisasikan kesepakatan antara Masyarakat Andalas dengan PTPN VII untuk menguasai lahan Marga Andalas di Wilayah HGU PTPN VII Bengkulu.

D. Penyelesaian Kasus Sengketa Lahan antara Transmigrasi Suka Makmur (SP1) dan Desa Pagardin dengan PT.Air Muring (Bakrie Group)
Sejak pertama kali Transmigran Sukamakmur (SP1) bertempat tinggal dan menghidupi keluarganya, status mereka telah ditempatkan di Desa Sukamakmur dan Telah dijamin oleh Departemen Transmigrasi untuk Persiapan pengembangan Wilayah dan Jumlah Penduduk Transmigran tersebut dengan Memberikan Lahan Perluasan KK (Lahan Cadangan) untuk mengantisipasi perkembangan tersebut sejak tahun 1983 yang lalu.
Namun, sejak tahun 1996 hingga saat ini PT.Air Muring telah melakukan penyerobotan, perusakan lahan, pencabutan bibit di lahan garapan masyarakat Sukamakmur, hingga mengakibatkan terjadinya bentrokan antara masyarakat dengan pihak PT.Air Muring dan upaya-upaya intervensi dari pihak-pihak yang digunakan PT.Air Muring untuk menakut-nakuti masyarakat Desa Sukamakmur.
Atas dasar tersebut, maka Serikat Tani Bengkulu (STAB) dan Masyarakat Desa Sukamakmur, Desa Pagardin meminta Gubernur Propinsi Bengkulu untuk :
1. Menegur keras PT.Air Muring untuk tidak melakukan penyerobotan tanah yang digarap oleh Masyarakat Desa Sukamakmur dan melakukan bentuk-bentuk intimidasi kepada masyarakat yang telah tinggal dan menghidupi keluarganya karena wilayah tersebut merupakan wilayah perluasan desa (pecahan KK) masyarakat Desa Sukamakmur;
2. Jika, PT.Air Muring tetap melakukan tindakan-tindakan diatas, maka Gubernur Propinsi Bengkulu segera Mencabut HGU PT.Air Muring sebagai sanksi atas tindakan mereka.

Demikianlah pernyataan sikap kami ini, kiranya harapan kami persoalan-persoalan petani di Propinsi Bengkulu dapat direalisasikan secara konkrit, sebagai wujud dari pembangunan masyarakat di Propinsi Bengkulu.



Bengkulu, 4 Juli 2006,
Badan Pengurus Pusat (BPP)
Serikat Tani Bengkulu,


KODRI HUSIN        M A R H E N D I
Ketua Umum              Sekretaris Jenderal


Situs lainnya http://golputpilgubbengkulu.blogspot.com/